Sabtu, 19 November 2011

Persembahan Skripsi


 











Yang tersayang “Emak”; dikaulah puisi cinta yang tak tertulis dalam buku manapun.
Dalam cintamu ada kekuatan, keteguhan hati dan sumber inspirasi.
Bersama Ayah, guru dan siapapun yang telah mengisi jiwaku;
Nafas cintamu telah menghembuskan kuncupku, ia pun mekar jadi bunga.


 

My brother-sister, kakak ipar dan 16 keponakan tersayang
special to; Para sahabat dan
calon permaisuri hatiku





Kamis, 17 November 2011

Nasihat Memilih Pasangan Hidup

Oleh: Ario Muhammad
dakwatuna.com - Bismillah…
Teringat dengan beberapa baris kata yang sering sekali terekam di dalam kepala,
“Tak perlu menuntut yang sempurna, dan mempersulit keadaan yang sebenarnya sederhana. Sebab padamu juga kelemahan itu selalu ada. Yang benar adalah sempurnakanlah niat awal kita, jika ia penuh berkah dan ridha dari-Nya, maka titik kemuliaan menjadi seorang manusia, Insya Allah akan dimudahkan oleh Allah untuk ada dalam diri kita” 
Ada juga sebuah selentingan yang cukup “menggigit”,
“Semakin banyak kriteria, semakin banyak syarat, semakin banyak keinginan.. maka bersiap-siaplah kecewa. Apa penyebabnya ? karena bisa jadi yang diharapkan tak seindah realita, yang disyaratkan tak sempurna dalam lakunya. Maka berharap menemukan seseorang dalam kesempurnaan hanya membuat yang sederhana menjadi rumit dan tak mudah untuk dicerna” 
Tentang penggalan kalimat kedua di atas. saya (lagi-lagi) teringat buku Serial Cinta-nya Anis Matta, di topik “Mengelola Ketidaksempurnaan”
“Apa lagi ketampanan yang tersisa di dunia ini ketika telah dibagi habis kepada Nabi Muhammad SAW, dan Yusuf AS. Dan kecantikan yang telah disempurnakan kepada Sarah istri Ibrahim AS dan Khadijah RA Istri Rasulullah. Hingga pesona kebajikan pun telah direnggut habis oleh Utsman bin Affan dan keluruhan budi telah dimiliki secara purna oleh Aisyah RA” 
Lalu apa yang tersisa bagi kita manusia? Kita hanya terbagi sedikit (kalaupun ada) keshalihan-keshalihan para salafushalih yang telah hidup dalam cinta pada-Nya secara sempurna. Maka mengharap sebuah kesempurnaan pada seseorang, apalagi ukurannya adalah cantik, kaya, punya kedudukan, juga sangat shalih tanpa cela. Maka bersiap-siaplah kecewa serta bersiap-siaplah untuk terpasung dalam kerumitan. karena mencari satu dari sekian banyak pasangan jiwa dengan kriteria di atas, tak lebih hanya menyulitkan keadaan dan memperkecil kesempatan.
Tapi ini soal SELERA? Ini soal pasangan jiwa yang akan kita punya seumur hidup kita? Kalau kita tak CINTA, kita tak TERTARIK.. bisa kacau akhirnya?
Karena jawaban-jawaban inilah. Kita tengok saja hati-hati kita. Sebab jika NIAT Lillahi Ta’ala, maka kemuliaan pernikahan akan sangat jauh kedekatannya dengan nilai-nilai DUNIA. Ia hanya lekat dengan sebuah tujuan sederhana, “Menikah untuk membuatku lebih cinta pada-Nya, lebih tenteram beribadah kepada-Nya, menjaga kehormatan dan farj-ku dari kemaksiatan, dan menyempurnakan agamaku dan agamanya agar jauh lebih menghamba”. Jika ini terpasung kuat di dalam diri. Maka tambahan kriteria-kriteria lain yang lebih terkesan dunia, Insya Allah akan mulai mudah hilang dalam hitungan waktu yang berikutnya.
Sebagai kalimat penutup, saya ingin menuliskan barisan kalimat sederhana berikut :
“Ukurlah diri.. Berkacalah sedetail mungkin. Karena bisa saja CELA itu jauh lebih banyak dibanding kriteria yang telah diinginkan. Maka tanyalah pada hati yang jernih agar bisa memberi fatwa. Manakah patokan yang harus kau pakai. Jangan sampai hanya ukuran dunia yang menjadi tujuan kita” 
Allahu’alam Bishawab

Taipei, 21 Juni 2011 
Ditulis beberapa pekan menjelang pernikahan saya

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/11/16075/nasihat-memilih-pasangan-hidup/#ixzz1gbnse65G

Selasa, 15 November 2011

Maukah Engkau ke Baitullah Bersamaku?

10/11/2011 | 13 Zulhijjah 1432 H | Hits: 2.408
Oleh: Jaufa

Kirim Print
0diggsdigg
1
email

Ilustrasi (muxlim.com/sari_wu)
dakwatuna.com - Sedih yang tersisa di hati ini, melepas kepergian Mama dan Papa, bersama tiga puluh orang lainnya menuju tanah suci menunaikan kewajiban mereka sebagai seorang muslim. Ku balas lambaian tangan Mama dan Papa, sebelum mereka masuk ke ruang tunggu. Harusnya aku bersama mereka… berkunjung ke Baitullah dengan formasi lengkap. Aku, Mama dan Papa. Sejak kuliah, aku sudah menyisihkan uang jajan untuk misi mulia ini, karena aku ingin memenuhi panggilan-Nya dan juga menapaki Safa dan Marwa, tempat teromantis di dunia, dengan uang ku sendiri dan dalam usia muda.
Namun pekerjaanku justru memposisikan ku menjadi Program Manager bagi rombongan haji yang akan berangkat dari bumi Formosa ini, yang membuat ku sibuk seminggu 7 hari, bekerja dari jam 6 pagi dan baru selesai menjelang pukul 10 malam. Lelah… namun tetap saja komplain datang dari sana sini. Dan yang paling menyedihkan… rencana keberangkatan ku harus di tunda…. Di tunda hingga waktu yang tidak di tentukan.
Xiao Jie­1… “ Petugas imigrasi menghampiri ku.
“Jangan lupa untuk mengirimkan ARC2 bapak yang tadi. Kalau tidak beliau tidak akan bisa masuk Taiwan sekembalinya dari Arab Saudi”, lanjutnya mengingatkan.
Ada-ada saja, Yusuf yang dari Mesir, tidak membawa ARC. Yusuf berdalih, anggapannya dengan paspor saja sudah cukup. Sehingga mau tidak mau aku harus menjelaskan kepada petugas bandara bahwa dia memang bagian dari rombongan haji yang berangkat dari Taiwan, dan membuatkan surat pernyataan untuk itu. Dan sekarang, aku harus menghubungi keluarganya lalu mengirimkan ARC nya ke Mekah, lokasi penginapan mereka. Hao mafan o3…. Sudahlah tidak bisa ikut…. Ditambah lagi bersibuk-sibuk ria mengurusi hal seperti ini. Kesedihanku sungguh berlipat-lipat.
***
Aku datang memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah! aku datang memenuhi panggilan-Mu..
Aku datang memenuhi panggilan-Mu, (Tuhan) yang tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu
Sesungguhnya segala pujian, nikmat dan kekuasaan adalah kepunyaan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu…
Lantunan doa haji terdengar begitu syahdu, memenuhi ruang kerjaku. Sejuta keinginan masih melekat di sana…. keinginan untuk menjejakkan kaki di Mekah. Aku seperti seorang pecinta, yang ingin sekali bertemu dengan ke kasihnya.
“Aku ingin berangkat haji dari Taiwan…” lagi, ini pertanyaan yang kesekian kalinya dari rekan-rekan muslim internasional. Bedanya, pertanyaan ini datang dari salah seorang sahabat dari Indonesia yang telah lama mengadu nasib di sini. Sebelumnya dia menuntaskan gelar masternya dan kini  lanjut bekerja di salah satu perusahaan elektronik terkenal di Taiwan.
“Serius?” ku coba telusuri kalimat yang dilontarkan temanku itu.
“Ya iyalah…” jawabnya pendek, seperti biasa. Hm… bukan hal yang langka sih, banyak orang tergiur dengan pemberangkatan haji dari Taiwan. Karena biaya pemberangkatan mendapat subsidi dari pemerintah, cukup dengan NTD 30,000 atau setara dengan $USD 1000, sudah bisa naik haji.
“Tapi kamu harus punya KTP Taiwan.”
“Berapa lama penduduk asing bisa mendapat KTP Taiwan?”
“Eh… kamu mau jadi orang Taiwan?” aku malah bertanya hal yang lain. Pertanyaan ku nggak di jawab, yang ada dia justru masih berdiri tepat di depan meja  kerja ku, menunggu jawaban pertanyaannya.
“Ya.. setahu ku.. kamu harus berada di Taiwan selama 5 tahun berturut-turut.. nah baru tuh bisa daftar jadi warga negara Taiwan. Atau… cara paling gampang…. Menikah dengan orang Taiwan saja… nggak harus menunggu sampai 5 tahun :D. ”  candaku, dia tertawa pendek mendengar jawabanku, dan aku malah jadi berfikir panjang.
“Um… kamu mau nggak berangkat ke Baitullah bersama ku?” Oh My… aku tahu persis apa yang ku ucapkan. Aku sadar sesadar-sadarnya. Aku tidak peduli bagaimana merahnya muka ku saat itu. Yang ada dalam benak ku… aku punya sebuah cita-cita mulia… dia pun memiliki cita-cita mulia yang sama, mengapa kami tidak beriringan saja kalau begitu? Dan barangkali… ini merupakan kesempatan yang tidak akan pernah datang lagi? We never know, rite?
Ku lihat kekagetan di wajahnya, namun dia berusaha untuk tetap tampil cool. Aku pun tidak memaksanya memberikan jawaban, biarlah dia memikirkannya terlebih dahulu.
“Aku harus segera balik… sore ini Papa akan menelpon ke rumah.” Cepat ku tinggalkan dia yang masih mematung di seberang mejaku. Perasaanku benar-benar sudah bercampur aduk. Ada malu… ada takut… ada lega juga…. semua menjadi satu. Setiap kali kaki ini menjejalkan tapaknya di atas tanah, setiap kali itu pula aku menghujat diriku, atas kebodohan yang telah ku lakukan.
“Oh mulut… bisa nggak sih nggak ceplas-ceplos?”
***
Papa mengabarkan kalau mereka sudah sampai dengan selamat. Semua rombongan tampak antusias, walau mereka hanya bisa tidur 3 jam saja setiap harinya.
“Jaga kesehatan Papa… makanannya juga di jaga… di sanakan panas…” aku benar-benar khawatir. Karena Papa orangnya suka “semau gue” dan menggampangkan banyak hal. Walau sudah ada Mama di sana, tetap saja aku khawatir. Ah… coba aku ada di sana… bersama Papa dan Mama…
“Ya Allah… aku rindu… aku rindu ke rumah-Mu yang suci….” Gambar Ka’bah yang terpampang di dinding ruang tamu rumah serasa memanggil-manggilku.
“Kapan aku bisa ke sana ya Allah?” Papa selaku mahram yang bisa menemani sudah lebih dahulu memenuhi panggilan-Mu. Jika meminta Papa menemani, aku harus menunggu beberapa tahun lagi, karena memang peraturannya seseorang yang sudah naik haji, harus menunggu beberapa tahun ke depan untuk bisa naik haji kembali. Memprioritaskan kuota untuk yang belum pernah. Lagian, naik haji wajibnya kan cuma satu kali, mengapa harus berkali-kali? Walau mampu secara fisik dan finansial, menurut hematku, di alihkan saja untuk hal lain yang lebih bermanfaat bagi umat.
Hm… sebagai anak satu-satunya…  satu-satunya cara hanya… menikah. Ya… menikah… Dengan menikah, aku memiliki pendamping halal yang bisa membersamai langkahku mengetuk pintu rumah suci-Nya.
For the rest of my life…. Potongan lagu Maher Zain terdengar mengalun dari lantai dua, cepat ku raih hp ku yang tertata manis di atas meja komputer, di ruang kerja. Sebuah sms masuk, dari Abu.
Jantungku berdetak kencang. Bisa jadi ini jawaban dari Abu, atas “todongan”ku mengajaknya ke Baitullah bersama-sama. Setelah tiga hari pertanyaan itu dibiarkan mengambang saja.
“Bismillah!” ujarku cepat, seraya memencet tombol read.
“Saya sudah pikirkan baik-baik. Saya sudah beristikharah. Bahkan saya juga mendiskusikannya dengan orang tua di Indonesia.” Ku baca kalimat pembuka di sms itu dengan perlahan-lahan. Ku geser layar hp ku ke bawah, membaca lanjutan pesan yang di kirim Abu.
“Dua tahun lebih kita sudah saling mengenal, dengan berbagai aktivitas yang selalu kita ikuti bersama. Baik itu kegiatan di masjid, atau pun kegiatan Taiwan Youth Moslem Association. Setidaknya, interaksi tersebut, sedikit banyak sudah memberikan gambaran, apa dan bagaimana diri mu.” Sekali lagi, ku geser layar hp ku, masih panjang tampaknya pesan dari Abu.
“Apalagi sambutan hangat keluargamu. Aku yang anak perantauan ini, jadi tidak kesepian lagi, karena aku mendapatkan keluarga baru di sini. Keluargamu… adalah keluarga kedua bagi ku.” Jantung ku benar-benar berdebar kencang. Kapan pesan-pesan ini akan berakhir? Dan bagaimana ending nya?
“Terima kasih banyak atas semuanya sahabatku… Kamu adalah sahabat terbaik ku di sini… dan selamanya akan menjadi sahabat baik ku, jika kamu berkenan.”
Habis… pesan itu berakhir sampai di sana. Ku baca sekali lagi… aku tidak mengerti… apa maksud semua ini… Ku cari nama Abu di deretan kontak HP ku, ku pencet call dan menunggu panggilanku di jawab dari seberang sana.
“Assalamu’alaikum.” Abu menjawab telepon ku.
“Aku nggak mengerti maksud semua pesan-pesanmu.” cepat, ku serbu Abu, sampai-sampai salamnya lupa ku jawab.
“Apakah itu artinya, kamu tidak mau menemaniku ke Baitullah?”
“Maaf saudari ku… Akan ada seseorang yang lebih pantas, menjadi pendamping mu ke Baitullah…. dan juga akan menjadi Imam mu, dunia dan akhirat.”
Seketika hatiku terasa perih…. seolah ada bongkahan batu besar yang menindihnya. Penolakan? Sebuah penolakan?
“Kenapa ya Allah? Aku kan tidak mengajaknya melakukan tindakan yang terlarang?” Air mataku bergulir satu persatu, dan semakin deras. Rindu ke Baitullah semakin membuncah… Aku tidak kecewa dengan penolakan Abu, namun aku terluka… karena perjalanan menuju Baitullah masih butuh perjuangan yang lebih hebat lagi! Allah… aku tidak akan menyerah…

Catatan Kaki:
  1. Xiao Jie = Nona
  2. ARC = Alien Residence Certificate, sejenis KTP bagi penduduk yang bukan warga asli Taiwan
  3. Hao mafan o… = merepotkan heh?

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/11/15987/maukah-engkau-ke-baitullah-bersamaku/#ixzz1dl6KeBci

Selasa, 08 November 2011

Qiyamullail

sebahagian orang-orang mu'min, aktifitas malamnya menentukan aktifitas siangnya

1. Hai orang yang berselimut
2. bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit.
3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit
4. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.
5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat
6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.
7. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).
8. Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.
(QS.73:1-8)

beribadah disepertiga malam yang sedikit, semoga menjadi bekal bagi kita untuk urusan panjang disiang hari...

hiasi hari-hari kita dengan penuh kemenangan
menang-menang-dan menang!!!!!

Surat cinta untuk calon permaisuri hatiku

Yang tersayang,
calon permaisuri hatiku...
Ku tahu kau tak mengenalku begitu baik begitupun aku yang tak mengenalmu dengan baik. Aku adalah seorang lelaki yang dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana. Diatas ketidak berdayaanku sebagai lekaki biasa, aku memiliki mimpi besar dan harapan besar mendapatkan wanita luar biasa. Luar biasa bukan karena kecantikan, harta dan kedudukannya namun karena kemuliaan atas dasar  agamanya.
Saat pertamakali kita berkenalan, ku menyadari sepenuhnya bahwa aku bukanlah lelaki yang sempurna.  bukan pria tampan, kaya dan keturunan bangsawan. Oleh sebab itu, ku tak ingin kau bersedia memilihku atas dasar apapun, melainkan karena Allah semata. Sebagaimana aku telah memantapkan hati memilihmu karna agama dan keshalihanmu.

Wahai calon permaisuri hatiku...
Bila saat kita menikah nanti,ku punya harapan-harapan besar untukmu sebagiamana pria lain memiliki harapan terhadap istrinya;
Aku mungkin bukan termasuk orang yang terlalu pintar mengungkapkan cintanya secara verbal, karena terkadang ungkapan cinta seorang lelaki berbeda dengan seorang wanita, namun aku akan berusaha memberikan yang terbaik untukmu. Oleh karenanya, berusahalah mencintaiku sebagaimana aku telah memutuskan untuk mencintaimu.
Kuingin kau menjaga hartaku, sebagaimana aku menjaga diriku untuk memperoleh harta yang halal sebagai nafkahku untukmu dan anak-anakku.
Jagalah dirimu saat aku bepergian, sebagaimana aku berusaha menjaga pandanganku karena Allah dan demi menjaga perasaanmu.
Aku senang bila engkau berhias hanya untukku sebagimana aku juga senang berhias untukmu. Jagalah anak-anakku dengan baik karena mereka adalah harta kita yang tak dapat dinilai dengan uang, emas dan perak. Didiklah mereka sebagai bekal pewaris para nabi dan khalifah dimuka bumi.

Wahai calon permaisuriku...
Dalam mengarungi mahligai rumah tangga, Mungkin banyak hal-hal baru yang kelak akan kau temui, disebabkan karena kita dilahirkan dari latar belakang keluarga yang berbeda. Maka marilah kita mencoba untuk saling memahami atas perbedaan-perbedaan kecil; watak, prilaku dan mungkin juga selera. Sebagaimana aku akan berusaha memahami dan menerimamu apa adanya.
Bahagia, onak duri dan berbagai warna kehidupan takkan luput dari rumah tangga yang akan kita lalui bersama. Oleh sebab itu, hendaklah kita bersyukur bila dikaruniai nikmat dan bersabarlah bila musibahpun datang menghampiri kita. Bila kau mendapatiku sebagai orang tersalah, tegurlah daku dengan ahsan dan benar. Sebagaimana aku akan terus belajar dan mendidikmu menjadi istri yang sholehah.
Calon permaisuri hatiku....
bila tiba saatnya di penghujung usia, diakhir sejarah cinta kita. Mungkin Engkau tiada lagi memiliki harapan besar terhadapku karena kau hanya akan mendapatiku sebagai lelaki tua berrambut putih tiada berdaya. Namun sekali lagi, Tetaplah mencintaiku karena aku masih memiliki harapan besar untuk kita berdua; ku hanya ingin kau menemani hari-hariku di syurga, ditempat yang terbaik.
Akhirnya ku tuliskankan puisi cinta untukmu;
Aku ingin mencintamu dengan cara yang sederhana
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan cara yang sederhana
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Oh kapankah cinta kita kan berakhir...
disaat tiada lagi akhir..

kamar sepi pogung kidul, yogyakarta, 6 November 2011. 09:58 WIB

Minggu, 16 Mei 2010

Membangun Peradaban! Belajar pada Muhammad SAW




“Sesunggguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang merubah diri-diri mereka sendiri …”
(QS. Ar-Ra’d:11)
Text Box: Andri Al-FatihSebuah narasi besar tentang sebuah peradaban belum ada pengaruhnya bagi bangsa kita. Sepertinya Mimpi kita yang terlalu besar untuk negeri ini, harapan kita terlalu besar terhadap bangsa ini, Rakyat belum memahami arti dari sebuah peradaban yang kita wacanakan, mereka bisa makan, itu sudah cukup!!. apa artinya janji kemenangan yang belum pasti. Narasi-narasi besar tentang sebuah peradaban baru hanyalah sebuah kekosongan. Biarkan para ilmuan meneliti tentang sebuah kebangkitan, biarkan para ulama bercerita tentang kejayaan sejarah negeri ini, tetapi itu tidak akan ada pengaruhnya bagi rakyat ini. Itulah yang terjadi saat ini!! Mereka sudah bosan dengan kehidupan. Jalan raya, kolong jembatan, trotoar; Itu lebih mereka nikmati dan mereka cintai. Kehidupan yang demikian sepertinya lebih menjanjikan kehidupan mereka. Rakyat juga sudah bosan dengan janji-janji para penipu, mereka sudah babak belur dengan pergantian para pemimpin negeri yang tak memberi pengaruh berarti bagi kehidupan mereka.
Kita memang harus belajar banyak pada seseorang, narasi besar kita belum cukup!!. Kita harus mengakui bahwa dahulu pernah ada seorang manusia biasa yang hidup diantara masyarakat arab badui yang tidak mengerti apa-apa, tak ada tekhnologi yang berkembang, gurun sahara yang tak memungkinkan mereka menjadi bangsa besar, peradaban kuno yang tak pernah dipandang oleh peradaban manapun, krisis moral, perperangan lebih mereka cintai daripada jalan damai. Dibalik itu semua, seorang lelaki telah datang membawa sebuah misi baru, sebuah ajaran baru, narasi baru, yang mereka sebut ar-Risalah. Tiba-tiba saja bangsa arab badui itu telah menjadi generasi penakhluk, mereka telah memulainya dari sebuah Negara baru yang bernama madinah, penakhlukan kota Mekkah, dan 4 (empat) tahun sepeninggal lelaki itu generasinya telah Menjatuhkan Imperium Persia, belanjut ke irak dan syam. Tahun-tahun berikutnya hanyalah tahun penakhlukan; di mesir, Alexandria, Cyprus, Rhdes, dan Armenia. Delapan abad kemudian konstatinopel telah jatuh ketangan Islam dibawah kekuasaan pengikutnya yang bernama Muhammad Al-fatih.
Tak banyak rahasia tentang lelaki itu yang kami ketahui, orang bilang ia hidup dengan penuh kesederhanaan, hidup selayaknya manusia biasa. Hanya itu yang kami tahu, tapi satu yang pasti!! kami harus belajar pada lelaki itu. Orang-orang bilang lelaki itu bernama: Muhammad bin Abdullah!!

oleh : Andri Al-Fatih

Selasa, 01 September 2009

O... Pahlawan Negeriku

Di masa pembangunan ini”, kata Chairil Anwar mengenang Diponegoro, “Tuan hidup kembali. Dan bara kagum menjadi api”.

Kila selalu berkata jujur kepada nurani kita ketika kita melewati persimpangan jalan sejarah yang curam. Saat itu kita merindukan pahlawan. Seperti Chairil Anwar tahun itu, 1943, yang merindukan Diponegoro. Seperti juga kita saat ini. Saat ini benar kita merindukan pahlawan itu. Karena krisis demi krisis telah merobohkan satu per satu sendi bangunan negeri kita. Negeri ini hampir seperti kapal pecah yang tak jemu-jemu dihantam gunungan ombak.

Di tengah badai ini kita merindukan pahlawan itu. Pahlawan yang, kata Sapardi, “telah berjanji kepada sejarah untuk pantang menyerah”. Pahlawan yang, kata Chairil Anwar, “berselempang semangat yang tak bisa mati.” Pahlawan yang akan membacakan “Pernyataan” Mansur Samin:

Demi amanat dan beban rakyat
Kami nyatakan ke seluruh dunia
Telah bangkit di tanah air
Sebuah aksi perlawanan
Terhadap kepalsuan dan kebohongan
Yang bersarang dalam kekuasaan
Orang-orang pemimpin gadungan

Maka datang jugalah aku ke sana, akhirnya. Untuk kali pertama. Ke Taman Makam Pahlawan di Kalibata. Seperti dulu aku pernah datang ke makam para sahabat Rasulullah saw di Baqi’ dan Uhud di Madinah. Karena kerinduan itu. Dan kudengar Chairil Anwar seperti mewakili mereka:

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Tulang-tulang berserakan itu. Apakah makna yang kita berikan kepada mereka? Ataukan tak lagi ada wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan? Seperti wanita-wanita Arab yang tak lagi mampu melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid? Ataukah tak lagi ada ibu yang mau, seperti kata Taufiq Ismail di tahun 1966, “Merelakan kalian pergi berdemonstrasi..Karena kalian pergi menyempurnakan..Kemerdekaan negeri ini.”

Tulang belulang berserakan itu. Apakah makna yang kita berikan kepada mereka? Ataukah, seperti kata Sayyid Quthub, “Kau mulai jemu berjuang, lalu kau tanggalkan senjata dari bahumu?”

Tidak! Kaulah pahlawan yang kurindu itu. Dan beratus jiwa di negeri sarat nestapa ini. Atau jika tidak, biarlah kepada diriku saja aku berkata: jadilah pahlawan itu.

oleh Anis Matta

subhanallah sekali... Allahu Akbar...
tulisan ini tak bosan-bosannya ku baca...
seperti kata terakhirnya ... ku harus menjadi pahlawan itu..