Oleh: Ario Muhammad
dakwatuna.com - Bismillah…
Teringat dengan beberapa baris kata yang sering sekali terekam di dalam kepala,
“Tak perlu menuntut yang sempurna, dan mempersulit keadaan yang sebenarnya
sederhana. Sebab padamu juga kelemahan itu selalu ada. Yang benar
adalah sempurnakanlah niat awal kita, jika ia penuh berkah dan ridha
dari-Nya, maka titik kemuliaan menjadi seorang manusia, Insya Allah akan
dimudahkan oleh Allah untuk ada dalam diri kita”
Ada juga sebuah selentingan yang cukup “menggigit”,
“Semakin
banyak kriteria, semakin banyak syarat, semakin banyak keinginan..
maka bersiap-siaplah kecewa. Apa penyebabnya ? karena bisa
jadi yang diharapkan tak seindah realita, yang disyaratkan tak sempurna
dalam lakunya. Maka berharap menemukan seseorang dalam kesempurnaan
hanya membuat yang sederhana menjadi rumit dan tak mudah untuk dicerna”
Tentang
penggalan kalimat kedua di atas. saya (lagi-lagi) teringat buku Serial
Cinta-nya Anis Matta, di topik “Mengelola Ketidaksempurnaan”
“Apa
lagi ketampanan yang tersisa di dunia ini ketika telah dibagi habis
kepada Nabi Muhammad SAW, dan Yusuf AS. Dan kecantikan yang telah
disempurnakan kepada Sarah istri Ibrahim AS dan Khadijah RA Istri
Rasulullah. Hingga pesona kebajikan pun telah direnggut habis oleh
Utsman bin Affan dan keluruhan budi telah dimiliki secara purna oleh
Aisyah RA”
Lalu apa yang tersisa
bagi kita manusia? Kita hanya terbagi sedikit (kalaupun ada)
keshalihan-keshalihan para salafushalih yang telah hidup dalam cinta
pada-Nya secara sempurna. Maka mengharap sebuah kesempurnaan pada
seseorang, apalagi ukurannya adalah cantik, kaya, punya kedudukan, juga
sangat shalih tanpa cela. Maka bersiap-siaplah kecewa serta
bersiap-siaplah untuk terpasung dalam kerumitan. karena mencari satu
dari sekian banyak pasangan jiwa dengan kriteria di atas, tak lebih
hanya menyulitkan keadaan dan memperkecil kesempatan.
Tapi ini
soal SELERA? Ini soal pasangan jiwa yang akan kita punya seumur hidup
kita? Kalau kita tak CINTA, kita tak TERTARIK.. bisa kacau akhirnya?
Karena
jawaban-jawaban inilah. Kita tengok saja hati-hati kita. Sebab jika
NIAT Lillahi Ta’ala, maka kemuliaan pernikahan akan sangat jauh
kedekatannya dengan nilai-nilai DUNIA. Ia hanya lekat dengan sebuah
tujuan sederhana, “Menikah untuk membuatku lebih cinta pada-Nya,
lebih tenteram beribadah kepada-Nya, menjaga kehormatan dan farj-ku dari
kemaksiatan, dan menyempurnakan agamaku dan agamanya agar jauh lebih
menghamba”. Jika ini terpasung kuat di dalam diri. Maka tambahan
kriteria-kriteria lain yang lebih terkesan dunia, Insya Allah akan mulai
mudah hilang dalam hitungan waktu yang berikutnya.
Sebagai kalimat penutup, saya ingin menuliskan barisan kalimat sederhana berikut :
“Ukurlah
diri.. Berkacalah sedetail mungkin. Karena bisa saja CELA itu jauh
lebih banyak dibanding kriteria yang telah diinginkan. Maka tanyalah
pada hati yang jernih agar bisa memberi fatwa. Manakah patokan yang
harus kau pakai. Jangan sampai hanya ukuran dunia yang menjadi tujuan
kita”
Allahu’alam Bishawab
—
Taipei, 21 Juni 2011
Ditulis beberapa pekan menjelang pernikahan saya
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/11/16075/nasihat-memilih-pasangan-hidup/#ixzz1gbnse65G
Tanpamu aku Lagau..........
BalasHapus